Rabu, 01 Desember 2010

GAYUS TAMBUNAN

Gayus GP Tambunan seperti bukan seorang penjahat. Dia seperti orang yang penting ‘VVIP’ (very very important person) yang mendapatkan berbagai keistimewaan. Termasuk pengamanan dirinya. Sejak dia menjejakkan kakinya kembali di Bandara Soekarno-Hatta. Bahkan, sang ‘tokoh’ ini, sebelum meninggalkan Jakarta, sudah bertemu tiga kali dengan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.
Justru, usai bertemu dengan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum itu, Gayus Tambunan dapat melenggang meninggalkan Jakarta, menuju Singapura berserta dengan isteri dan tiga anaknya, serta menginap di Hotel Meritus Mandarin, yang mewah di Singapura. Gayus bukan seperti pegawai yang hanya golongan III A. Inilah sebuah keajaiban di Indonesia.
Orang yang sudah melakukan kejahatan korupsi, menerima sogok dan suap dalam skala yang sangat besar dan massif, justru mendapatkan perlakuan istimewa di negeri ini. Tidak seperti ‘teroris’, yang langsung dimatikan, ditembak, dan tidak ada yang berani membela. Justru Gayus Tambunan, saat sekarang ini menjadi orang penting, serta mendapatkan perlakuan sebagai ‘VVIP’.
Menemukan Gayus Tambunan di Singapura itu, juga harus melibatkan pejabat Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana dan Mas Ahmad Santosa, termasuk seorang perwira Polri. Bertemu dengan Gayus tempatnya tidak sembarangan. Konon di food court Lucky Plaza. Adakah semua ini sudah diatur terlebih dahulu?
Sesampai di Jakarta, Gayus Tambunan, langsung di bawa ke Mabes Polri, dan dibawa ke Gedung Rupadma, di mana Kapolri berkantor. “Tadi malam yang bertemu dengan Gayus adalah Wakapolri, Irwasum, dan juga ada Pak Kapolri. Mereka bertemu sambil minum teh diruangan itu”, ujar Yudha, yang masih keluarga Gayus. (Detik/1/4).
Gayus Tambunan telah menyedot perhatian dan seluruh energi bangsa ini. Sehingga, memalingkan semua masalah besar lainnya. Karena, yang menjadi ‘triger’, mulai dari pernyataan Susno Duadji,yang mengatakan adanya keterlibatan beberapa perwira tinggi polri, yang kemudian terjadi polemik di media massa, antara Susno Duadji dengan perwira yang disebutkan namanya itu.
Tetapi, yang masih menjadi tanda tanya besar, mengapa begitu istimewa perlakuan yang diberikan kepada Gayus Tambunan, yang nota bene, seorang yang telah melakukan kejahatan korupsi, dan menerima sogok dan suap, dan menjadi berita besar, yang sekarang ini terus berlangsung.
Apakah kasus Gayus Tambunan ini, akan berimplikasi terhadap pembaharuan dalam penegakkan hukum, dan perbaikan di internal semua lembaga penegak hukum, yang sudah nampak jelas, bahwa korupsi, sogok, suap ini, sudah sifatnya sistemik, dan masuk ke seluruh lembaga penegak hukum di Indonesia?
Perlakuan yang begitu mulia terhadap Gayus, tidak seperti seorang pesakitan, yang kelas ‘teri’, yang kadang-kadang mendapatkan perlakuan secara pisik, dan kasusnya tidak pernah mendapatkan perhatian. Berbeda dengan Gayus Tambunan, dan sengaja dibuat menjadi berita besar, dan dibiarkan tanpa ada tindakan yang jelas, dan hanya menjadi konsumsi publik. Lewat media massa.
Dramatisasi Gayus Tambunan ini, sangatlah menguntungkan bagi pemerintah, yang sebelumnya sudah mendapatkan pukulan palu dengan keputusan DPR, yang menyatakan adanya dugaan korupsi dan pelanggaran hukum, tentang bail out Bank Century Rp 6,7 triliun. Di mana dalam rekomendasi DPR itu, menyebutkan nama Menkeu Sri Mulyani dan Wapres Boediono. Tapi, munculnya kasus Gayus yang hanya golongan III A dari Ditjen Pajak, membuat peristiwa besar lainnya tak tersentuh lagi.
Kasus Gayus ini juga tidak akan berdampak politik yang besar, maka dilambungkan setinggi-tingginya. Karena kalau ada dampaknya tidak berpengaruh secara nasional. Tidak akan sampai berpengaruh apa-apa. Dan kasus ini dapat dilokasir dengan sistematis, dan yang akan menjadi korban, tak lain kelas 'teri'.
Kasus Gayus Tambunan ini tidak akan membongkar sampai tuntas ke akar-akarnya aktivitas Markus (Makelar Kasus), yang sudah sistemik, melibatkan semua aspek, dan adanya keterlibatan yang sistemik, khususnya aparat penegak hukum.
Gayus Tambun dan kasusnya, hanyalah perisitwa yang diciptakan, mengisi waktu dan mengalihkan persoalan lainnya, yang sesungguhnya menjadi perhatian rakyat. Tidak akan membongkar sindikasi kejahatan perpajakan, yang sekarang ini sudah menjadi gejala umum. Inilah sebuah ironi, dan sang pangeran ‘Gayus Tambunan’, menikmati permainan yang ada ini.
Pegawai Ditjen Pajak golongan III A, mempunyai rumah yang mewah, apartemen, mobil mewah, dan uang puluhan milyar, yang ini sejatinya substansi masalah yang ada di Indonesia. Kehidupan para birokrat dan pejabat serta penguasa di Indonesia sangatlah fantastis.
Sementara kehidupan rakyat juga sangatlah fantastis. Di mana mereka yang miskin, tinggal di kolong-kolong jembatan, di pinggir rel kereta, di stasiun kereta, di emper-emper toko, di bawah fly over, serta serba kekurangan.
Tidak apa-apa yang penting para pejabatnya makmur dan hidup dengan mewah. Biarlah rakyat saja menderita.